B. Berbagai
Kebijakan Untuk Mengubah Perekonomian Indonesia dari Ekonomi Kolonial ke
Ekonomi Nasional
Memasuki tahun 1950 perekonomian
Indonesia mengalami kemerosotan dengan terjadinya defisit. Hal ini disebabkan,
antara lain sebagai berikut.
1.
Merosotnya perdagangan luar negeri sehingga
penerimaan negara terus menurun.
2.
Tidak berkembangnya industri.
3.
Dipergunakannya sebagian besar produksi
minyak untuk keperluan dalam negeri.
Upaya mengatasi
defisit dalam bidang keuangan, antara lain dilakukan dengan pemotongan uang
atau yang terkenal dengan Gunting Syarifudin. Program ini dimulai tanggal 20
Maret 1950. Nilai mata uang dibagi menjadi dua dari semua nilai uang yang
bernilai Rp. 2.50 ke atas sehingga nilai
mata uang menjadi separuhnya. Kelemahan atau kemerosotan perekonomian itu,
nampaknya juga dipengaruhi oleh sistem ekonomi lama (kolonial).
Selain itu,
pemerintah membesar peran negara dan pengusaha Bumiputera dalam kegiatan
ekonomi. Hal ini dimaksudkan untuk memantapkan sistem ekonomi nasional. Menurut
konsep ekonomi nasional, pemilikan, pengawasan, dan pengolaan sektor penting
dalam perekonomian Indonesia berada di tangan Bumiputera. Salah seorang tokoh
yang merancang perekonomian Indonesia ke arah sistem ekonomi nasional adalah
Dr. Sumitro Joyohadikusumo.
Untuk mewujudkan
rancangan itu telah dilaksanakan Program Bentang. Program ini merupakan salah
satu langkah awal dalam proses nasionalisasi ekonomi Indonesia. Wujud nyata
program tersebut adalah memberikan kredit kepada para pengusaha Bumiputera.
Walaupun banyak pengusaha yang dapat kredit, program Bentang ini tidak
berhasil.
Akibatnya sulitnya
perekonomian di Indonesia rakyat kecil di daerah-daerah menjadi korban. Mereka
hidup serba kekurangan. Pemerintah mengalami kesulitan untuk menyediakan dana
pembangunan sebagai upaya memperbaiki perekonomian di Indonesia.
Sejak dekrit Presiden
5 Juli 1959, sistem ekonomi yang berlaku adalah sistem ekonomi terpimpin.
Dalam rangka mencari
jalan keluar untuk mengatasi perekonomian. MPRS menetapkan Undang-Undag
Pembangunan Nasional Semesta Berencana TahapI(1961-1969). Hal ini dimaksudkan
agar pembangunan dapat dilakukan secara bertahap. Setiap tahun dilakukan
evaluasi terhadap pembangunan itu. Kemudian tanggal 28 Maret 1963 pemerintah
mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) yang berisi ketentua-ketentuan pokok
tentang strategi dari sisa-sisa imperalisme. Pada pembangunan nasional semesta
berencana tahap I ini juga tidak berhasil.
Pemerintah melakukan
usaha lain dengan penghematan dalam instansi-instansi pemerintah. Selain itu,
memperketat pengawasan atas pelaksanaan
anggaran belanja. Namun penghematan ini juga tidak berhasil. Hal ini disebabkan
pemerintah sendiri tidak turut bersikap hemat dalam pengeluaran belanja negara
tetapi justru membuat proyek-proyek mercusuar, seperti pelaksanaan ganefo(Games
of the New Emerging Forces), dan Conefo(Conference of the New Emerging Forces).
Akibatnya, inflasi
makin tidak terkendali da harga-harga makin melambung. Kondisi perekonomian
Indonesia pun makin merosot.
Pemerintah membuat
semboyan sekaligus instuksi kepada rakyat untuk menyemangati penduduk, antara
lain ”berdiri di atas kaki sendiri” (Berdirikari), “kencangkan ikat pinggang”,
dan “revolusi belum selesai”.
Pada masa Orde Baru
pemerintah mengeluarkan kebijakan, yaiu Pembaruan kebijakan Ekonomi keuangan
dan Pembangunan. Kebijakan tersebut dilandasi dengan Tap. MPRS No.XXXIII/1966.
Pelaksanaan dari ketetapan itu bahwa ekonomi disusun atas dasar kekeluargaan
yang tidak mengenal pertentangan kelas. Dengan demikian, adanya pengawasan dari
rakyat terhadap penggunaan uang negara. Kabinet Ampera yang saat itu berusaha
memperbaiki keterpuruka ekonomi menggariskan tiga program. Program tersebut
harus dilakukan secara bertahap oleh pemerintah. Program tersebut meliputi;
1.
Program penyelamatan
2.
Program stabilisasi dan rehabilisasi,
3.
Program pembangunan
Sumitro Djoyokusumo adalah pencetus Program Bentang
0 komentar:
Posting Komentar